Menu

Mode Gelap

Movie · 4 Nov 2023 16:40 WIB ·

Budi Pekerti – montasefilm


 Budi Pekerti – montasefilm Perbesar

Media sosial atau dunia maya lagi-lagi menjadi masalah serius dalam film kedua arahan Wregas Bhanuteja pasca-Penyalin Cahaya (2021), yakni Budi Pekerti. Melalui skenario garapannya sendiri, film ini diproduksi dalam kolaborasi antara Rekata Studio, Kaninga Pictures, dan Kompas Gramedia. Terdiri dari Sha Ine Febriyanti, Angga Yunanda, Prilly Latuconsina, Dwi Sasono, Omara N. Esteghlal, M.N. Qomaruddin, dan Annisa Hertami yang mengisi peran-peran para tokoh di dalamnya. Dengan catatan Wregas lewat film perdananya dua tahun lalu, bagaimana film ini kemudian?

Kehidupan Bu Preni (Ine Febriyanti) yang sehari-hari mengisi bidang konseling kepada para siswa SMP mendadak terguncang masalah tak berkesudahan, hanya karena kekesalan sesaat yang memicu ketidaksengajaan (luput). Walhasil, setidaknya dua dunianya terkena dampak. Tita (Prilly) dan Muklas (Angga), anak-anaknya, serta pihak sekolah tempatnya bekerja. Bu Preni susah payah berusaha memperbaiki namanya dan menjelaskan kesalahpahaman, termasuk melalui media sosial. Namun, sisi negatif media sosial justru lebih sering memperkeruh situasi dan kian menyudutkan posisi serta daya tawarnya. Padahal, mula-mula hanya berangkat dari pembelian jajanan pasar belaka.

Pendekatan realitas sesuai kondisi di dunia nyata terkadang mengusik intensitas drama dalam sebuah film drama. Eskalasi dramatis Budi Pekerti beberapa kali goyah karena diselipi komedi tak tepat tempat. Bila bicara soal film drama. Memang masih mengandung keharuan, kesedihan, maupun unsur emosional lainnya. Namun, muatannya sukar terasa mendalam gara-gara pengadeganan yang ditujukan sebagai lelucon ringan.

Pun demikian Budi Pekerti dan masalah dalam keluarganya yang kemudian melahirkan drama adalah perkara komunikasi. Walau sebagai plot sampingan. Persoalan yang pada akhirnya bakal mendamaikan satu sama lain dalam keluarga tersebut. Oleh karenanya tak terhindarkan dari dugaan adegan atau situasi berikutnya yang berujung kebenaran, sesekali.

Kendati terdapat beberapa logika yang luput dan terabaikan oleh sang sineas (yang sekaligus pula menulis). Misalnya, logika waktu dan kepemilikan gawai dengan teknologi kamera depan saat Gora masih SMP, baik oleh teman-teman di kelasnya maupun oleh Bu Prani. Ada lebih dari satu alumnus dengan pekerjaan bersinggungan dengan hukum (termasuk lawyer), tetapi tak seorang pun tetap berdiri di samping Bu Prani hingga akhir? Ke mana pula para alumnus lainnya selain Uli dan orang-orang hukum tersebut?

Budi Pekerti nyatanya terasa lebih ringan dan manusiawi ketimbang Penyalin Cahaya, baik dari segi penceritaan maupun visual. Meski pada saat yang sama, sesekali memunculkan clue. Melalui warna kain yang menjadi latar belakang pengambilan video misalnya. Sorotan khusus terhadap ekspresi pada muka dalam beberapa situasi juga yang tak jarang mendukung pengadeganannya.

Bicara ihwal mengomparasi dengan Penyalin Cahaya, ada tak kurang dari lima kesamaan antara Budi Pekerti dengan film tersebut. Media sosial yang mendatangkan masalah dan racun alih-alih solusi, viral karena ketidaksengajaan yang manusiawi, video klarifikasi, problematika terkait nama baik sekolah atau lembaga tertentu, dan adanya “perlawanan”. Di antara kedua film tersebut, ada Like & Share (2022) dan Dear David (2023) yang juga memuat hampir semuanya.

Begitu pula variasi karakter yang mesti dimainkan Prilly dan Dwi Sasono tak berwarna bila dibandingkan dengan peran-peran mereka selama ini, atau tahun-tahun belakangan ini setidaknya. Prilly dengan karakter beremosi negatif dan dramatisnya (yang sesekali menunjukkan kedewasaan singkat), seperti dalam Kukira Kau Rumah (2021), Ketika Berhenti di Sini (2023), bahkan ketiga film Danur (2017, 2018, 2019). Menaikkan namanya daripada film-film komedi romantisnya. Sementara itu, Dwi Sasono semacam “terikat” pula dengan peran-peran pendukung dalam apa pun genrenya, sebutlah Losmen Melati (2023), Jailangkung: Sandekala (2022), Mencuri Raden Saleh (2022), Sabar Ini Ujian (2020), Dua Garis Biru (2019), dan masih banyak lagi. Perubahan emosi justru lebih kentara dari tokoh Muklas yang diperankan Angga. Di samping Ine Febriyanti yang jarang mendapat kesempatan bermain dalam layar lebar.

Budi Pekerti lebih nyaman dinikmati ketimbang arahan sang sineas sebelumnya, meski pada saat yang sama mengandung sejumlah kemiripan. Muatan visualnya tidak muluk-muluk dan seintens Penyalin Cahaya. Hampir seperti yang terjadi dalam penyutradaraan Bene Dion setelah Ngeri-Ngeri Sedap (2022) lalu ke Ganjil Genap (2023). Walau sejak kemunculan Wregas lewat film panjang debutnya belum cukup digunakan untuk mengukur perkembangannya.

Artikel ini telah dibaca 1 kali

badge-check

Kontributor

Baca Lainnya

Austin Butler dan Timnya Menggempur Pasukan Nazi di Trailer Terbaru Masters of the Air

7 December 2023 - 14:53 WIB

Amadeus (1984): Ambivalensi Manusia dalam Pencarian Hakikat

25 November 2023 - 17:26 WIB

Thanksgiving – montasefilm

22 November 2023 - 17:16 WIB

Aksi Teroris Mengancam Ibukota di Video Teaser “13 Bom di Jakarta”, Tunjukkan Potensi Jadi Film Action Indonesia Terbesar Tahun Ini

19 November 2023 - 17:08 WIB

Past Lives (2023): Daya Pukau Masa Lampau

16 November 2023 - 16:55 WIB

The Killer – montasefilm

13 November 2023 - 16:53 WIB

Trending di Movie